Sejak diterlantarkan kedua orang tuanya dua tahun lalu, Khaisan (9) hanya tinggal berdua dengan kakeknya Baso (64), di sebuah gubug sederhana berukuran 6 x 4 meter di kelurahan Empoang Utara, Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan.
Untuk makan sehari-hari, anak tangguh ini hanya mengandalkan penghasilannya dari jualan jalangkote keliling. "Tiap pulang sekolah aku jualan jalangkote milik orang lain kak. Aku jualan keliling bisa sampai sejauh 5 kilo meter biar jalangkote nya terjual banyak," ujar Khaisan.
Lebih lanjut, ia bercerita jika penghasilan yang didapatnya tidak menentu, yakni diantara 5 sampai 15 ribu rupiah perharinya. Biasanya penghasilanya itu digunakan untuk membeli beras dan sisanya ditabung untuk kebutuhan sekolahnya.
"Sejak Kakek kecelakaan dan patah tulang, aku memutuskan untuk jualan supaya bisa membantu kakek memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sejak kecelakaan, kakek tidak bisa bekerja berat dan hanya bisa bekerja sebagai buruh pembentang bibit rumput laut di rumah dengan penghasilan 4 ribu," tuturnya.
Hidup tanpa kasih sayang orang tua membuat Khaisan sering dilanda kesedihan. Ia dan kakeknya pun seringkali kesulitan untuk makan sehari-hari. Tidak hanya itu, ia pun kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pendidikannya.
Sebagai bentuk dukungan dan perhatiannya, Rumah Yatim cabang Sumatera Selatan melalui tim relawannya memberikan bantuan biaya hidup berupa uang tunai, sembako dan perlengkapan mandi mencuci untuk Khaisan.
Bantuan tersebut diberikan untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup Khaisan dan kakeknya selama beberapa bulan kedepan.
"Alhamdulillah bantuan biaya hidup amanah dari para donatur sudah diberikan kepada Khaisan. Mudah-mudahan bantuan ini bisa memberikan banyak manfaat dan berkah untuk Khaisan maupun para donatur. Mudah-mudahan bantuan ini pun bisa menjadi ladang pahala untuk para donatur," ujar Adam, salah satu relawan Rumah Yatim Sulawesi Selatan.
Author
Sinta Guslia